Kelompok F PTIK
Amalia Mahdini (1506686034)
Viesa Zalsiah (1506755662)
Geraldy Justin Caesar (1506686204)
Qatrunnada Nadhifah (1506720684)
Akhir-akhir ini di dalam dunia maya atau internet Indonesia, sedang marak dengan berbagai pembicaraan menyangkut SARA yang meresahkan berbagai macam pihak. Masalah gejolak politik dan sosial menjadi isu hangat yang diperbincangkan masyarakat. Hal inilah yang membuat Afi Nihaya Faradisa, siswi SMA Negeri 1 Gambiran, Banyuwangi, Jawa Timur, ini belakangan jadi perbincangan khalayak internet setelah akunnya ditangguhkan Facebook. Mungkin banyak yang bertanya-tanya mengapa akun-nya menjadi suatu permasalahan hingga ditangguhkan oleh pihak Facebook? Afi melalui akun Facebooknya banyak menuliskan status-statusnya yang berisikan hasil karya penulisan kritis mengenai pendapatnya tentang isu-isu politik dan sosial yang tengah menjamur di masyarakat. Hasil tulisan gadis berhijab yang masih berumur 18 tahun ini dinilai masyarakat tidak patah logika, dan banyak menginspirasi masyarakat, namun tidak semua khalayak setuju dengan pendapatnya. Tulisannya yang sangat viral berjudul “Warisan” yang dapat dilihat pada tautan ini:https://www.facebook.com/afinihaya/posts/819559831536610
Lewat tulisannya tersebut, Afi mengajak khalayak masyarakat untuk bertoleransi terutama di media sosial. Afi menulis berdasarkan sudut pandang pemikirannya dan diluar konteks keagamaannya. Akan tetapi, tulisannya tersebut menuai pro dan kontra karena mengangkat topik yang sensitif diantara masyarakat. Akibatnya, Afi banyak diancam dan secara tidak langsung di-bully melalui pesan dan komentar di akun Facebooknya. Banyak pula khalayak yang melaporkan akun Afi ke pihak Facebook, dan mengakibatkan akun pribadinya tersebut ditangguhkan atau istilahnya di suspend oleh Facebook. Dari kasus ini, apakah sebenarnya partisipasi online dapat berakibat negatif bagi sang partisipan itu sendiri seperti Afi? Apakah akibat berupa tindakan cyberbullying seperti pada kasus ini dapat mempengaruhi kehidupan seseorang?
Secara lebih jelas, berikut beberapa status dari Afi di Facebook yang telah dirangkum dalam sebuah Artikel dari Kumparan (https://m.kumparan.com/salmah-muslimah/5-status-inspiratif-afi-nihaya-faradisa-yang-viral)
Indonesia merupakan negara dengan 88,1 juta orang yang aktif sebagai pengguna internet menurut www.wearesocial.com, dan Facebook menempati posisi kedua sebagai media sosial yang paling banyak digunakan oleh masyarakat lokal. Hal ini mengindikasikan partisipasi online yang cukup tinggi, bahkan beberapa media online juga telah membuat artikel mengenai “kecerewetan” di media sosial. McQuail (1991) membagi motif penggunaan media oleh individu ke dalam empat kelompok, yakni motif informasi, motif identitas pribadi, motif integrasi dan interaksi sosial dan motif hiburan
Secara lebih jelas, berikut beberapa status dari Afi di Facebook yang telah dirangkum dalam sebuah Artikel dari Kumparan (https://m.kumparan.com/salmah-muslimah/5-status-inspiratif-afi-nihaya-faradisa-yang-viral)
(Sumber : Artikel Kumparan mengenai Status Afi https://m.kumparan.com/salmah-muslimah/5-status-inspiratif-afi-nihaya-faradisa-yang-viral)
Indonesia merupakan negara dengan 88,1 juta orang yang aktif sebagai pengguna internet menurut www.wearesocial.com, dan Facebook menempati posisi kedua sebagai media sosial yang paling banyak digunakan oleh masyarakat lokal. Hal ini mengindikasikan partisipasi online yang cukup tinggi, bahkan beberapa media online juga telah membuat artikel mengenai “kecerewetan” di media sosial. McQuail (1991) membagi motif penggunaan media oleh individu ke dalam empat kelompok, yakni motif informasi, motif identitas pribadi, motif integrasi dan interaksi sosial dan motif hiburan
Lantas apakah buruk berpartisipasi di media sosial? Tentu tidak. Namun, budaya partisipasi online itu juga dapat memiliki dampak negatif, seperti dalam kasus Afi, yakni cyber-bullying karena tulisannya dianggap terlalu memprovokasi beberapa pihak. Dampak negatif dari partisipasi online ini mungkin saja muncul pada siapapun juga karena adanya “freedom of speech”, yang keduanya akan dibahas lebih lanjut pada tulisan ini. Fenomena memposting pikiran pribadi memang telah sangat biasa di zaman milenial ini, dimana internet dapat menjadi wadah penampung segala macam pikiran penggunanya. Masyarakat pun dengan sangat mudah mengungkapkan ketidaksetujuannya akan sesuatu, seperti orang-orang yang berkomentar pada postingan Facebook Afi dengan kalimat negatif dan cenderung menghakimi.
Kebebasan berpendapat adalah salah satu bagian dari hak asasi manusia yang fundamental. Kebebasan berekspresi dan mengungkapkan pendapat merupakan prinsip yang universal pada implikasi negara yang menganut nilai demokrasi. Kemudian seiring dengan perkembangan digitalisasi, kebebasan berpendapat tidak hanya dilakukan melalui media cetak dan media penyiaran, melainkan bisa juga melalui media online seperti media sosial (Akbar, Arniansi. 2013). Bisa dilihat dari contoh kasus yang diambil, status Afi adalah bentuk pendapat dan ekspresi dirinya mengenai intoleran agama yang sedang marak terjadi di media sosial, dengan medium yang ia gunakan adalah kanal jejaring Facebook maka dengan cepat ia mendapatkan respon dari pendapat dan ekspresi orang lain dalam menanggapi status miliknya. Berselang sekitar 6 jam kemudian, akun Facebook Afi di-suspend oleh pihak Facebook, yang kemudian terdapat dugaan kuat bahwa terlalu banyak orang yang kontra dengan status Afi, sehingga akunnya dilaporkan.
Kedua belah pihak, baik Afi maupun pihak yang melaporkan akun dirinya karena status tersebut seharusnya bisa menerapkan etika di internet dengan baik. Harus digarisbawahi bahwa kebebasan berpendapat dan berekspresi melalui media mana pun, termasuk media sosial, tidak pernah sebebas-bebasnya tanpa batas dan etika. Jejaring sosial seperti Facebook merupakan salah satu ruang publik yang dimiliki oleh semua elemen masyarakat yang harus digunakan dengan sikap bertanggung jawab dan berempati (termasuk terhadap status dan komentar) kepada orang lain. Kebebasan berpendapat yang dilakukan tanpa etika dan sikap menghargai pendapat orang lain hanya akan menciptakan situasi anarkhi di media sosial. Namun pada kenyataannya, Fahri Hamzah selaku Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat menilai bahwa kebebasan berpendapat sudah tidak dapat dibendung lagi di tengah perkembangan teknologi dan media sosial.
Cyber-bullying atau tindakan bullying yang dilakukan di dunia maya, masih menjadi persoalan yang dihadapi dalam ranah kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Cyber-bullying biasanya dialami oleh kalangan remaja, yang mana pada usia remaja sangat rawan terkena dampak depresi akibat dari adanya ejekan maupun hinaan dari teman maupun orang lain, yang mana menggunakan ranah media Internet yang jangkauannya luas. Banyak di antara kita belum menyadari bagaimana bentuk dari Cyber-bullying dan dampak yang terjadi apabila seseorang tidak siap menerima Cyber-bullying tersebut. Tidak heran banyak media yang membahas dan menjadikan topik “Cyber-bullying” menjadi pembahasan utama yang harus diperhatikan khususnya bagi kita mahasiswa Komunikasi.
Video dibawah ini, menggambarkan bagaimana korban cyber-bullying harus merasakan setiap ejekan maupun hinaan yang menimbulkan depresi bagi korban itu sendiri.
(Sumber : https://www.youtube.com/watch?v=_8M4kKlBRQI
Cameo Project "CYBER BULLY")
Pada video dari Cameo Project ini, menunjukkan realita yang ada di masyarakat masih terjadi dan masih menghantui banyak remaja di Indonesia. Cyberbullying memerlukan perhatian khusus, yang mana dampak dari cyberbullying ini menimbulkan stress hingga dapat menyebabkan kematian, jika tidak dapat dicegah maupun ditanggulangi dampaknya.
Merujuk kepada kasus Afi, adanya Cyber-bullying yang Ia alami tidak membuatnya surut dan depresi terhadap keadaan yang Ia hadapi. Namun, Ia terus menyuarakan pendapatnya melalui media sosial yakni Facebook. Namun, tidak banyak juga orang-orang yang bisa kuat dalam menghadapi tekanan dari Cyber-bullying. Masih ingat dengan kasus Sonya Depari ? Jika anda masih mengingat nama tersebut, anda juga akan mengingat bagaimana Sonya juga diejek dan dihina akibat kelakuannya yang tidak santun terhadap polisi, yang kemudian direkam dan tersebar viral di media sosial. Akibatnya, tidak hanya Sonya yang menerima dampak depresi, namun pihak keluarganya juga menerima dampak hinaan dan depresei tersebut hingga pada akhir dari kasus ini Ayah Sonya Depari meninggal melihat anaknya dihina dan dibully secara massal di media sosial. (Sumber Berita : http://medan.tribunnews.com/2016/04/07/ini-alasan-ayah-kandung-sonya-depari-jatuh-sakit-dan-meninggal-dunia)
REFERENSI
Akbar, Arniansi. 2013 Implikasi Hukum Kebebasan Berpendapat di Jejaring Sosial dalam Wujudnya Delik Penghinaan. Makassar: Universitas Hasanuddin.
Dhanu, Riki. 2017. Tulisan Warisan Berbuah Ancaman. Diakses pada 22 Mei 2017, dari http://news.liputan6.com/read/2959564/tulisan-warisan-berbuah-ancaman
Hutagol, Randy. 2017. Afi Paradisa, Gadis SMA Penulis 'Agama Warisan' Dicecar Kecaman hingga Dituduh Antiislam. Diakses pada 22 Mei 2017, dari http://medan.tribunnews.com/2017/05/20/afi-paradisa-gadis-sms-penulis-agama-warisan-dicecar-kecaman-hingga-dituduh-antiislam
McQuail, Denis. 1991. Teori Komunikasi Massa. Jakarta: Erlangga
McQuail, Denis. 1991. Teori Komunikasi Massa. Jakarta: Erlangga
Pappas, Stephanie. 2015. Social Media Cyber Bullying Linked to Teen Depression. Diakses pada 22 Mei 2017, dari https://www.scientificamerican.com/article/social-media-cyber-bullying-linked-to-teen-depression/
Septianto, Bayu. 2017. Kebebasan Berpendapat di Media Sosial Tak Bisa Dibendung. Diakses pada 22 Mei 2017, dari http://news.okezone.com/read/2017/01/09/337/1586782/fahri-kebebasan-berpendapat-di-media-sosial-tak-bisa-dibendung
Tim Internet Sehat. 2010. 7 Tips Cegah dan Hentikan Cyberbullying. Diakses pada 22 Mei 2017, dari http://ictwatch.com/internetsehat/2010/03/23/7-tips-cegah-dan-hentikan-cyberbullying/