ADA APA DENGAN AFI?
08:17
Kelompok F PTIK
Amalia Mahdini (1506686034)
Viesa Zalsiah (1506755662)
Geraldy Justin Caesar (1506686204)
Qatrunnada Nadhifah (1506720684)
Akhir-akhir ini di dalam dunia maya atau internet Indonesia, sedang marak dengan berbagai pembicaraan menyangkut SARA yang meresahkan berbagai macam pihak. Masalah gejolak politik dan sosial menjadi isu hangat yang diperbincangkan masyarakat. Hal inilah yang membuat Afi Nihaya Faradisa, siswi SMA Negeri 1 Gambiran, Banyuwangi, Jawa Timur, ini belakangan jadi perbincangan khalayak internet setelah akunnya ditangguhkan Facebook. Mungkin banyak yang bertanya-tanya mengapa akun-nya menjadi suatu permasalahan hingga ditangguhkan oleh pihak Facebook? Afi melalui akun Facebooknya banyak menuliskan status-statusnya yang berisikan hasil karya penulisan kritis mengenai pendapatnya tentang isu-isu politik dan sosial yang tengah menjamur di masyarakat. Hasil tulisan gadis berhijab yang masih berumur 18 tahun ini dinilai masyarakat tidak patah logika, dan banyak menginspirasi masyarakat, namun tidak semua khalayak setuju dengan pendapatnya. Tulisannya yang sangat viral berjudul “Warisan” yang dapat dilihat pada tautan ini:https://www.facebook.com/afinihaya/posts/819559831536610
Lewat tulisannya tersebut, Afi mengajak khalayak masyarakat untuk bertoleransi terutama di media sosial. Afi menulis berdasarkan sudut pandang pemikirannya dan diluar konteks keagamaannya. Akan tetapi, tulisannya tersebut menuai pro dan kontra karena mengangkat topik yang sensitif diantara masyarakat. Akibatnya, Afi banyak diancam dan secara tidak langsung di-bully melalui pesan dan komentar di akun Facebooknya. Banyak pula khalayak yang melaporkan akun Afi ke pihak Facebook, dan mengakibatkan akun pribadinya tersebut ditangguhkan atau istilahnya di suspend oleh Facebook. Dari kasus ini, apakah sebenarnya partisipasi online dapat berakibat negatif bagi sang partisipan itu sendiri seperti Afi? Apakah akibat berupa tindakan cyberbullying seperti pada kasus ini dapat mempengaruhi kehidupan seseorang?
Secara lebih jelas, berikut beberapa status dari Afi di Facebook yang telah dirangkum dalam sebuah Artikel dari Kumparan (https://m.kumparan.com/salmah-muslimah/5-status-inspiratif-afi-nihaya-faradisa-yang-viral)
Indonesia merupakan negara dengan 88,1 juta orang yang aktif sebagai pengguna internet menurut www.wearesocial.com, dan Facebook menempati posisi kedua sebagai media sosial yang paling banyak digunakan oleh masyarakat lokal. Hal ini mengindikasikan partisipasi online yang cukup tinggi, bahkan beberapa media online juga telah membuat artikel mengenai “kecerewetan” di media sosial. McQuail (1991) membagi motif penggunaan media oleh individu ke dalam empat kelompok, yakni motif informasi, motif identitas pribadi, motif integrasi dan interaksi sosial dan motif hiburan
Secara lebih jelas, berikut beberapa status dari Afi di Facebook yang telah dirangkum dalam sebuah Artikel dari Kumparan (https://m.kumparan.com/salmah-muslimah/5-status-inspiratif-afi-nihaya-faradisa-yang-viral)
(Sumber : Artikel Kumparan mengenai Status Afi https://m.kumparan.com/salmah-muslimah/5-status-inspiratif-afi-nihaya-faradisa-yang-viral)
Indonesia merupakan negara dengan 88,1 juta orang yang aktif sebagai pengguna internet menurut www.wearesocial.com, dan Facebook menempati posisi kedua sebagai media sosial yang paling banyak digunakan oleh masyarakat lokal. Hal ini mengindikasikan partisipasi online yang cukup tinggi, bahkan beberapa media online juga telah membuat artikel mengenai “kecerewetan” di media sosial. McQuail (1991) membagi motif penggunaan media oleh individu ke dalam empat kelompok, yakni motif informasi, motif identitas pribadi, motif integrasi dan interaksi sosial dan motif hiburan
Lantas apakah buruk berpartisipasi di media sosial? Tentu tidak. Namun, budaya partisipasi online itu juga dapat memiliki dampak negatif, seperti dalam kasus Afi, yakni cyber-bullying karena tulisannya dianggap terlalu memprovokasi beberapa pihak. Dampak negatif dari partisipasi online ini mungkin saja muncul pada siapapun juga karena adanya “freedom of speech”, yang keduanya akan dibahas lebih lanjut pada tulisan ini. Fenomena memposting pikiran pribadi memang telah sangat biasa di zaman milenial ini, dimana internet dapat menjadi wadah penampung segala macam pikiran penggunanya. Masyarakat pun dengan sangat mudah mengungkapkan ketidaksetujuannya akan sesuatu, seperti orang-orang yang berkomentar pada postingan Facebook Afi dengan kalimat negatif dan cenderung menghakimi.
Kebebasan berpendapat adalah salah satu bagian dari hak asasi manusia yang fundamental. Kebebasan berekspresi dan mengungkapkan pendapat merupakan prinsip yang universal pada implikasi negara yang menganut nilai demokrasi. Kemudian seiring dengan perkembangan digitalisasi, kebebasan berpendapat tidak hanya dilakukan melalui media cetak dan media penyiaran, melainkan bisa juga melalui media online seperti media sosial (Akbar, Arniansi. 2013). Bisa dilihat dari contoh kasus yang diambil, status Afi adalah bentuk pendapat dan ekspresi dirinya mengenai intoleran agama yang sedang marak terjadi di media sosial, dengan medium yang ia gunakan adalah kanal jejaring Facebook maka dengan cepat ia mendapatkan respon dari pendapat dan ekspresi orang lain dalam menanggapi status miliknya. Berselang sekitar 6 jam kemudian, akun Facebook Afi di-suspend oleh pihak Facebook, yang kemudian terdapat dugaan kuat bahwa terlalu banyak orang yang kontra dengan status Afi, sehingga akunnya dilaporkan.
Kedua belah pihak, baik Afi maupun pihak yang melaporkan akun dirinya karena status tersebut seharusnya bisa menerapkan etika di internet dengan baik. Harus digarisbawahi bahwa kebebasan berpendapat dan berekspresi melalui media mana pun, termasuk media sosial, tidak pernah sebebas-bebasnya tanpa batas dan etika. Jejaring sosial seperti Facebook merupakan salah satu ruang publik yang dimiliki oleh semua elemen masyarakat yang harus digunakan dengan sikap bertanggung jawab dan berempati (termasuk terhadap status dan komentar) kepada orang lain. Kebebasan berpendapat yang dilakukan tanpa etika dan sikap menghargai pendapat orang lain hanya akan menciptakan situasi anarkhi di media sosial. Namun pada kenyataannya, Fahri Hamzah selaku Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat menilai bahwa kebebasan berpendapat sudah tidak dapat dibendung lagi di tengah perkembangan teknologi dan media sosial.
Cyber-bullying atau tindakan bullying yang dilakukan di dunia maya, masih menjadi persoalan yang dihadapi dalam ranah kemajuan teknologi informasi dan komunikasi. Cyber-bullying biasanya dialami oleh kalangan remaja, yang mana pada usia remaja sangat rawan terkena dampak depresi akibat dari adanya ejekan maupun hinaan dari teman maupun orang lain, yang mana menggunakan ranah media Internet yang jangkauannya luas. Banyak di antara kita belum menyadari bagaimana bentuk dari Cyber-bullying dan dampak yang terjadi apabila seseorang tidak siap menerima Cyber-bullying tersebut. Tidak heran banyak media yang membahas dan menjadikan topik “Cyber-bullying” menjadi pembahasan utama yang harus diperhatikan khususnya bagi kita mahasiswa Komunikasi.
Video dibawah ini, menggambarkan bagaimana korban cyber-bullying harus merasakan setiap ejekan maupun hinaan yang menimbulkan depresi bagi korban itu sendiri.
(Sumber : https://www.youtube.com/watch?v=_8M4kKlBRQI
Cameo Project "CYBER BULLY")
Pada video dari Cameo Project ini, menunjukkan realita yang ada di masyarakat masih terjadi dan masih menghantui banyak remaja di Indonesia. Cyberbullying memerlukan perhatian khusus, yang mana dampak dari cyberbullying ini menimbulkan stress hingga dapat menyebabkan kematian, jika tidak dapat dicegah maupun ditanggulangi dampaknya.
Merujuk kepada kasus Afi, adanya Cyber-bullying yang Ia alami tidak membuatnya surut dan depresi terhadap keadaan yang Ia hadapi. Namun, Ia terus menyuarakan pendapatnya melalui media sosial yakni Facebook. Namun, tidak banyak juga orang-orang yang bisa kuat dalam menghadapi tekanan dari Cyber-bullying. Masih ingat dengan kasus Sonya Depari ? Jika anda masih mengingat nama tersebut, anda juga akan mengingat bagaimana Sonya juga diejek dan dihina akibat kelakuannya yang tidak santun terhadap polisi, yang kemudian direkam dan tersebar viral di media sosial. Akibatnya, tidak hanya Sonya yang menerima dampak depresi, namun pihak keluarganya juga menerima dampak hinaan dan depresei tersebut hingga pada akhir dari kasus ini Ayah Sonya Depari meninggal melihat anaknya dihina dan dibully secara massal di media sosial. (Sumber Berita : http://medan.tribunnews.com/2016/04/07/ini-alasan-ayah-kandung-sonya-depari-jatuh-sakit-dan-meninggal-dunia)
REFERENSI
Akbar, Arniansi. 2013 Implikasi Hukum Kebebasan Berpendapat di Jejaring Sosial dalam Wujudnya Delik Penghinaan. Makassar: Universitas Hasanuddin.
Dhanu, Riki. 2017. Tulisan Warisan Berbuah Ancaman. Diakses pada 22 Mei 2017, dari http://news.liputan6.com/read/2959564/tulisan-warisan-berbuah-ancaman
Hutagol, Randy. 2017. Afi Paradisa, Gadis SMA Penulis 'Agama Warisan' Dicecar Kecaman hingga Dituduh Antiislam. Diakses pada 22 Mei 2017, dari http://medan.tribunnews.com/2017/05/20/afi-paradisa-gadis-sms-penulis-agama-warisan-dicecar-kecaman-hingga-dituduh-antiislam
McQuail, Denis. 1991. Teori Komunikasi Massa. Jakarta: Erlangga
McQuail, Denis. 1991. Teori Komunikasi Massa. Jakarta: Erlangga
Pappas, Stephanie. 2015. Social Media Cyber Bullying Linked to Teen Depression. Diakses pada 22 Mei 2017, dari https://www.scientificamerican.com/article/social-media-cyber-bullying-linked-to-teen-depression/
Septianto, Bayu. 2017. Kebebasan Berpendapat di Media Sosial Tak Bisa Dibendung. Diakses pada 22 Mei 2017, dari http://news.okezone.com/read/2017/01/09/337/1586782/fahri-kebebasan-berpendapat-di-media-sosial-tak-bisa-dibendung
Tim Internet Sehat. 2010. 7 Tips Cegah dan Hentikan Cyberbullying. Diakses pada 22 Mei 2017, dari http://ictwatch.com/internetsehat/2010/03/23/7-tips-cegah-dan-hentikan-cyberbullying/
27 comments
Hal ini tak lepas dari kurangnya kesiapan khalayak dalam menanggapi teknologi informasi yang merubah struktur komunikasi khalayak. Karena sebenarnya belum semuanya paham tentang literasi dan etik media yang harus dijadikan acuan dalam berkomunikasi, dengan berdalih bahwa itu merupakan cara mereka untuk bebas berekspresi padahal cara mereka masih banyak yang melanggar hukum dengan menggunakan kata-kata yang tidak layak sehingga bisa dikategorikan dengan menebar kebencian. - Dhika Pertiwi (1506755605)
ReplyDeleteSetuju bahwa cyberbullying sangat mempengaruhi mental dan pikiran orang lain, yang mana bahayanya adalah jika orang tersebut tidak mengetahui bahwa perkataan dan tindakannya termasuk bullying yang menggunakan medium teknologi elektronik. Oleh karena itu, perlu untuk membekali diri dengan literasi media dan memiliki etika baik dalam berperilaku di segala media sosial. -Khairunnisa Nirmala (1506685920)
ReplyDeleteKhairunnisa Nirmala (1506685920)
DeleteArtikel ini sangat menarik. Kebebasan berekspresi adalah hak setiap orang dan praktik tersebut semakin ditunjang dengan kehadiran internet. Namun seringkali istilah 'kebebasan berekspresi' justru dijadikan alasan untuk menyebarkan pendapat berisi kebencian. Oleh karena itu dibutuhkan literasi media baik dari pihak penulis atau pembaca media agar pengguna internet semakin cerdas dan bijaksana dalam menanggapi konten apa pun. - Arifianka R. Buhron (1506685984)
ReplyDeleteBlog yang mengedukasi! Kebebasan berekspresi seseorang harusnya tidak boleh dibelenggu apalagi dengan cara cyberbullying. Untungnya, Afi tidak menjadi depresi dan tetap melanjutkan hidupnya. Namun, harus dilihat kasus – kasus lain yang menyebabkan depresi bahkan hingga bunuh diri. Dalam menggunakan media sosial, pengguna harus bijak dalam menggunakannya dan harus mempunyai etika dalam berkomentar sehingga tidak mengganggu pengguna lain
ReplyDelete–Seishya Zolanita Elzila (1506685952)-
Potret bahwa kebebasan berpendapat yang dilindungi dalam UUD 1945 pasal 28 masih menjadi perjuangan di Indonesia, kasus Afi sendiri terjadi karena ia mengemukakan pemikirannya pada 'lapak'nya sendiri sebenarnya melihat dari traffic komentar pada status Afi ini merupakan salah satu tempat berdiskusi yang baik terkait topik yang diajukan oleh Afi, hanya saja tak jarang topiknya mengandung unsur sensitif seperti SARA. Tidak bisa dipungkiri terkadang kebebasan berpendapat tersebut melewati batas hingga menimbulkan cyberbullying yang berujung depresi seperti pada kasus Sonya dan keluarga. Sudah saatnya masyarakat Indonesia menggunakan cara cermat membuktikan bahwa kita bebas berbicara dengan cara mengawal pelaksanaan UU ITE dan berperilaku sesuai etika bermedia. - Amelia Natasha Hilal (1506755510)
ReplyDeleteSelama fitur report Facebook masih menggunakan algoritma yang mengedepankan suara mayoritas, sistem itu akan selalu mempunyai kekurangan. Sama seperti kasus Afi diatas. Status Afi pun diblok oleh Facebook karena banyaknya orang melaporkan postingan tersebut. Akan baik jika kebanyakan orang menyerukan isu toleransi dan kebanyakan orang selalu benar. Namun kondisi sosio-kultural tempat Afi menaruh postingan mungkin lebih menarik kaum intoleran yang tidak setuju dengan apa yang afi sampaikan. Mereka yang tidak menghargai ide yang disampaikan oleh Afi akaan mengeksploitasi sistem yang Facebook buat agar sesuai dengan keinginan mereka.
ReplyDeleteYeremia Geoffrey 1506725092
Saya setuju dengan artikel ini! Jika memang orang lain tidak setuju dengan pemikiran atau opini Afi, seharusnya mereka diam saja, jangan melakukan cyber bullying terhadap Afi. Terlebih lagi, Afi masih remaja. Itulah kebebasan, seringnya kebebasan kita terbentur dengan kebebasan orang lain..
ReplyDeleteSemoga kedepannya pengguna internet bisa memiliki literasi media dan etika ya, agar saat berinteraksi di internet tidak perlu ada ketegangan yang bisa memicu konflik seperti ini.
Nadira Bella, 1506686021
Banyaknya komentar negatif hingga ancaman-ancaman mengerikan lewat media sosial oleh akun-akun masyarakat maupun yang bersembunyi di balik "anonymous" dan akun-akun palsu seperti menyatakan bahwa masyarakat Indonesia belum memahami dan sadar betul dampak dari cyberbullying. Mereka bahkan mungkin tidak sadar bahwa apa yang mereka lakukan merupakan salah satu bentuk cyberbullying. Hal ini tentunya sangat menyedihkan, terutama sudah banyak kasus-kasus orang yang depresi hingga bunuh diri akibat cyberbullying. Kasus ini merupakan salah satu alasan mengapa literasi digital patut digalakkan di Indonesia. Sangat berbahaya apabila aktivitas komentar negatif ini masih diteruskan masyarakat tanpa mengetahui dampak fatal yang disebabkannya. Saya harap kedepannya etika berinternet dapat diterapkan dengan baik oleh netizen supaya kehidupan di dunia maya dapat berjalan dengan nyaman.
ReplyDeleteSaeka Minami Kalpika (1506686066)
Pembahasan mengenai cyberbullying tidak pernah ada habisnya dan sangat menarik jika menyangkut hal-hal berbau SARA. Saya pribadi cukup salut pada Afi yang berani mengungkapkan apa yang sesungguhnya berada di kepala banyak orang Indonesia atau bahkan seringkali telah berada di ujung lidah namun tidak pernah terucapkan, meskipun keberaniannya menuai serangan terhadap dirinya di dunia maya. Namun saya tidak melihat bukti cyberbullying yang ditujukan pada Afi disini, meskipun terdapat penjelasan bagaimana posting-an Afi yang kontroversial menimbulkan rasa risih bagi sebagian warga Indonesia. Saya berharap dapat melihat bukti nyata cyberbullying terhadap Afi tersebut.
ReplyDelete-Btari Nadine Isaputri (1506756186)
Abshar Aryun- 1506756242
ReplyDeleteDear Tim Penulis, sepertinya kalian belum mencantumkan nama penulis dan urutan kelompok yaa..
Mengenai Afi Nihaya, saya pribadi memberikan apresiasi tertinggi. Indonesia adalah negara yang memberikan tempat peribahasa "Diam adalah emas" sebagai makna tertingginya. Mudah kita temui di masa kecil kita bagaimana sistem pendidikan kita mencoba memberikan sesedikit ruang untuk berbicara dan mengikuti sistem, all in all in a democracy way!
Fakta tersebut semakin sulit karena kita sebagai masyarakat menginginkan generasi muda yang kritis, namun tidak siap untuk dikritisi. Kita ingin dilanjutkan orang-orang hebat, namun belum ingin kalah.
Meskipun begitu, kita perlu menerima dengan lapang dada akan perubahan yang selalu terjadi. Afi mencoba memberikan ide dan gagasannya melalui tulisan dan media sosial, dan bullying adalah konsekuensi yang siap ia terima dengan perbuatan yang ia lakukan, regardless of any to say, memang akan ada orang yang kontra dengan apa yang kita lakukan.
Pesan saya untuk aspek bullying, jika tidak setuju akan sesuatu, lakukan sesuatu hal yang betul-betul berguna. Lawan, cari teman, laporkan, dan tidak menangis serta duduk diam tanpa melakukan hal yang berarti.
Best Regards,
Abshar
Menurut saya, Afi merupakan sosok yang mulia. Afi memang belum banyak usianya, belum banyak pengalamannya, tapi pada hakikatnya beliau hanya ingin kembalinya Indonesia sebagai NKRI.
ReplyDeleteBanyak masyarakat yang tidak tahu bahwa Indonesia sekarang sedang berada dalam bahaya. Tahun 2016, Gatot Nurmantyo menyebutkan terdapat 1.500 marinir Amerika Serikat bersenjata lengkap disekitar Darwin, Australia. Hal ini menjadi aneh karena negara Australia merupakan negara benua, bukan kepulauan, untuk apa gunanya marinir AS sebanyak itu dengan senjata lengkap? Gatot Nurmantyo mencurigai adanya posisi yang harus diwaspadai yaitu Masela di Maluku Tenggara. (http://politik.news.viva.co.id/news/read/858153-intip-kekuatan-lain-panglima-tni-pura-pura-kunjungi-darwin).
Gatot Nurmantyo pun kembali mengingatkan bahwa Timor Timur yang sekarang sudah menjadi Timur Leste berhasil lepas dari Indonesia, dan ternyata di Laut Timor terdapat kekayaan Greater Sunrise. Jadi, memang sudah seharusnya NKRI kembali utuh, karena diluar isu politik dan agama yang sedang gencar, banyak negara yang terlihat seperti 'bersiap-siap' untuk merebut kemerdekaan bangsa ini. Terimakasih
Elgine Harits - 1506720646
Kebebasan berekspresi adalah hak dari setiap orang. Miris rasanya jika ada pendapat dari seseorang namun diolok-olok oleh orang lain secara tidak baik. Apalagi jika orang yang berkomentar itu tidak menggunakan akun pribadinya, dan mereka sesuka hati berkomentar buruk pada orang lain.
ReplyDeleteSemoga tidak ada lagi Afi-Afi lain disosial media, dan semoga cyberbullying bisa dihindari pada era digital ini.
Semangat!
Yasmin Nur Fatimah - 1506686192
Artikel yang sangat menarik ya. Kita semua mengerti bahwa cyberbullying merupakan dampak negatif dari penggunaan internet, terutama media sosial. Akan tetapi cyberbullying itu bisa diantisipasi dan dihindari. Jelas perlu adanya sebuah pembelajaran dalam literasi dan pengetahuan etika dalam media sosial. Seperti contoh video di atas, pelaku harusnya sudah harus mengerti bahwa apa yang mereka lakukan bisa memberi dampak untuk korban mereka. Goodluck!
ReplyDeleteWinona Amabel 1506730861
- Kebebasan Berpendapat yang Dibungkam -
ReplyDeleteHal itulah yang terlintas di kepala saya ketika membaca artikel ini. Afi Nahiya, seorang gadis remaja yang memiliki pemikiran yang amat cerdas dan kritis melihat kondisi sosial yang ada di sekitarnya. Sifat itulah yang seharusnya menjadi panutan bagi remaja di usianya. Bahkan, rasanya ketika saya masih semuran Afi, pemikiran saya belum setajam dan sekritis dia. Ketika membaca tulisannya, saya seolah sedang membaca sebuah tulisan orang yang sering mengirimkan tulisannya ke media massa.
Miris melihat banyak pihak yang menghujat dengan kata-kata yang tidak pantas di media sosial, untunglah ternyata gadis ini tidak berhenti menulis walaupun harus menerima kata-kata pedas daring para netizen. Terlebih, ketika ada pihak yang sengaja mengirimkan "Report" sehingga akun Facebook miliknya harus diblokir. Seharusnya para netizen yang menghina Afi malu, seorang gadis remaja bisa menghasilkan tulisan dan pemikiran yang luar biasa.
Media sosial memang tak jarang menjadi sebuah tempat orang untuk mengumpat kepada pihak lain, tanpa memikirkan dampaknya. Ada sebuah konsep yang yaitu "The Online Disinhibiton Effect". Konsep tersebut menjelaskan bahwa ketika orang sedang mengakses dunia virtual, seolah-olah nilai atau norma yang ada dalam masyarakat tidak berlaku. Orang kemudian juga seolah-olah memiliki kepribadian virtual ketika sedang mengakses internet. Nilai atau norma yang seperti tidak berlaku tersebut membuat orang dengan mudah menyampaikan pendapatnya, kritikan hingga hinaan. Maka dari itu, sebagai orang yang terdidik membantu menyadarkan masyarakat luas, bahwa menggunakan media sosial haruslah bijak dengan mempertimbangkan "netiket" atau etika berinternet.
"Cyber-bullying" adalah contoh nyata dari konsep yang disebut "The Online Disinhibition Effect" tersebut. Orang dapat dengan mudahnya memberikan komentar yang bernada negatif.
Sungguh artikel yang sangat menarik, good job!
Salam,
Alexander Hridaya Bhakti (1506756293)
Toleransi terhadap kebebasan bersuara memang masih sulit ditemukan di Indonesia. Afi menyuarakan pendapatnya, mengajak perasaan seseorang untuk berpartisipasi lewat kata-katanya, keberbedaan pendapat yang seharusnya dirembuk dijadikan acuan seseorang untuk menyalahkan satu orang.
ReplyDeleteNegara seharusnya ikut menjaga dan menyadari hal ini, pihak facebook pun seharusnya lebih objektif terhadap setiap "report" yang diberikan orang-orang kepadanya. Kebebasan yang ditawarkan oleh Facebook seharusnya lebih dijaga secara objektif bukan karena suara mayoritas sehingga facebook menjadi tempat berdiskusi yang baik.
Muhammad Fikri Aulia 1506756583
Postingan yang menarik! Membuat saya berpikir dengan UU ITE yang dihadirkan pada masyarakat seperti pasal karet. Kebebasan berekspresi menjadi dihakimi ketika hal tersebut menjadi tidak masuk akal pada kelompok tertentu. Bersikap tidak setuju itu boleh namun bukan berarti memojokkan. Kritik yang mendukung lebih baik daripada karena merasa seseorang tidak benar langsung merasa dirinya seperti "Dewa" yang paling benar akan semua hal. Penting pula untuk meningkatkan kepekaaan sosial dalam berpartisipasi di sosial media, memiliki rasa empati bagaimana kita memiliki hak untuk berekspresi namun pihak lain tidak melihat dari sudut pandang orang yang berekspresi tersebut. Literasi media yang tinggi juga perlu agar tidak terprovokasi oleh oknum-oknum yang sengaja ingin menjatuhkan korban dengan komentar yang belum tentu benar. Jangan meremehkan efek media terhadap psikologis seseorang, kita berhak untuk berekspresi dengan paham batasan-batasannya!
ReplyDeleteMargaretha Nazhesda (1506686135)
menurut saya tindakan dan postingan Afi tidak lebih dari bentuk kebebasan berekspresi dengan menyuarakan pendapatnya. menurut saya orang-orang yang berkomen negatif dan melaporkan akun Afi adalah orang-orang yang kurang bertoleransi. kurangnya rasa toleransi dan literasi media membuat dengan mudahnya merek melaporkan akun Afi ke pihak facebook, menurut saya ini sebuah algoritma bagaima facebook bekerja, mensuspend akun yang banyak di laporkan sebelum mengecek kembali masalahnya
ReplyDeleteAnnisa Kurnia I C 1506685990
Lagi-lagi kita ditunjukkan dengan permasalahan pelik sosial media. Yaitu penggunanya yang tidak memiliki kemampuan yang baik dalam bersosial media itu sendiri. Kasus di atas jelas menggambarkan pengguna sosial media, khususnya di Indonesia memang masih perlu diajarkan bagaimana beretika yang baik di sosial media, berinteraksi dengan orang lain, menghargai kebebasan berpendapat, dan sebagainya. Saya berharap netizen saat ini dapat benar-benar menggunakan sosial media dengan baik sehingga orang-orang lainnya dapat menggunakan sosial media dan meanfaatkan keunggulan-keunggulan yang diberikan tanpa gangguan.
ReplyDeleteChristopher Amaerendra (1506720564)
Penangguhan akun facebook Afi menunjukkan ketidaksiapan netizen Indonesia dalam menerima pemikiran yang kritis dan tidak hanya mengikuti arus mainstream. Padahal, dapat dilihat bahwa postingan Afi tidak provokatif dan bersifat renungan pribadi yang tidak menyinggung pihak-pihak tertentu, tapi masih saja ada orang yang merasa tersinggung dan merasa harus menjustifikasi pemikiran seseorang yang seharusnya merdeka.
ReplyDeleteSangat disayangkan bagaimana efek Online Disinhibition membuat norma-norma yang ada dalam masyarakat seakan sirna dalam layar komputer, membuat orang-orang menyelewengkan kebebasan berpendapat mereka menjadi komentar-komentar kebencian yang terkadang tak berdasar. Seringkali pula, banyaknya komentar kebencian juga dipicu oleh satu atau dua orang yang memulai komentar tersebut, dan akhirnya orang baru yang membaca artikel dan lalu terekspos pada kebencian yang dilontarkan, bias pun terbentuk dan dapat membentuk pola pikir pembaca baru yang tadinya mungkin biasa saja menjadi ikut membenci.
Annete Lupita 1506720526
Terima kasih atas artikelnya, cukup membuka wawasan. Afi sebagai salah satu generasi muda Indonesia membuka cakrawala pikiran dari para pembaca halaman Facebooknya. Namun demikian, seperti koin yang dua memiliki sisi, setiap hal pasti ada individu yang pro dan kontra. Dalam konteks ini, akun-akun yang kontra terhadap pernyataan Afi melakukan krititk yang berlebihan dan lebih condong terhadap si penulis daripada kontennya, hal ini lah yang membuat terjadinya pembunuhan karakter Afi. Di sisi lain, memang Indonesia mengenal adanya kebebasan berekspresi, namun dalam menggunakan ranah publik (Facebook) kita juga sudah sepatutnya berperilaku bijaksana dan bertanggungjawab. Kebebasan berprestasi harus dilihat batasan-batasannya dan juga mempertimbangkan UU ITE yang sudah dibuat pemerintah untuk mengatur etika bermedia dari "netizen" Indonesia.
ReplyDeleteMari kita jaga lebih baik integritas dan etika dalam menyampaikan pesan dalam media daring.
Kenny Hutomo - 1506720532
Wah artikel yang cukup menarik dan mengedukasi sekali! Menurut saya setiap masyarakat memiliki hak untuk menyuarakan pendapatnya sehingga seharusnya tidak ada yang salah pada Afi. Tetapi masyarakat saat ini tidak mengedepankan perbedaan dengan sikap toleransi sehingga muncul ancaman-ancaman yang seharusnya tidak terjadi. Saat ini cyberbullying banyak terjadi dengan menggunakan akun-akun palsu karena tidak ketahuan pelakunya. Masyarakat seharusnya mendapatkan pendidikan mengenai literasi digital untuk mengetahui netiket berinternet yang baik serta meminimalisir efek negatif dari media digital.
ReplyDeleteAditama
1506755523
Postingan dengan topik ini memang mengundang kesimpang siuran, ada pihak yang memandang bahwa pendapat yang disampaikan Afi positif, tetapi ada juga pihak yang memandang bahwa pendapat Afi tersebut mungkin terlalu "sok tau" atau tidak sepantas umurya karena belum memiliki pengalaman hidup yang banyak. Afi juga sebenarnya sosok yang sama seperti Mario Teguh, yang hadir dimedia publik mengutarakan pendapatnya mengenai penilaian hidup dan berbagai filosofi lainnya. Seharusnya menurut saya, tergantung orang yang melihatnya boleh mengambil pelajaran jika setuju, tetapi jika tidak cukup dinilai dari jauh saja, dan memberikan penilaian yang sewajarnya saja, tidak perlu sampai mengusik hidupnya atau bahkan sampai mengancam keselamatannya. Dan terakhir kesimpang siuran atas kebebasan berpendapat ini juga sering terjadi pada kasus Ahok, kedua belah pihak yang berbeda sudut pandang kemudian disampaikan dalam media sosial secara besar-besaran, bahkan sampai menimbulkan perpecahan, sungguh sampai prihatin, dan harusnya ada penanganan khusus dari pemerintah, untuk memandu masyarakat agar tidak terjadi lagi hal-hal seperti ini.
ReplyDelete-Dewi Rizka Aulia (1506720785)
Seharusnya media sosial bisa menjadi alat demokrasi di suatu negara. Kebebasan berpendapat dan berekspresi harus dilindungi oleh negara. Kasus di atas salah satu contoh yang salah di mana seseorang hak bersuaranya tidak dilindungi dan malah dibekukan. Kemajuan teknologi informasi pada media sosial dan internet harusnya bisa menjadialat demokrasi tapi malah sebaliknya. Hanief Bagus Pratama - 1506756154
ReplyDeleteKasus cyber-bullying tidak terhindarkan lagi di masa kecanggihan teknologi ini. Kemudahan berinteraksi dengan orang lain juga sekaligus memudahkan orang untuk bebas berekspresi dan mengutarakan apa yang ada di pikirannya dengan mudah. Afi merupakan salah satu netizen yang melakukan hal tersebut.
ReplyDeleteSayangnya, masih banyak publik yang merasa tersinggung atas pengekspresian pendapat-pendapat tertentu. Dalam kasus Afi, akun Facebook miliknya di-suspend karena terdapat konten-konten yang dirasa tidak pantas oleh orang-orang tertentu. Ini membuktikan bahwa tingkat demokrasi di Indonesia masih rendah dalam aplikasinya.
Kata-kata Afi, terutama mengenai toleransi agama di Indonesia, memang sangat benar. Pemerintah dapat memberikan apresiasi kepada orang-orang seperti Afi yang berusaha untuk menyadarkan dan membangunkan tingkat toleransi masyarakat Indonesia. Di saat yang bersamaan, pemerintah juga dapat memberikan perhatian lebih terhadap kebebasan berekspresi.
Terima kasih :)
Alvina Liyandra - 1506723471
Wah, kasus Afi ini sangat menarik untuk dikaji. netizen harus sadar bahwa semua orang berhak memiliki opini dan mengekspresikannya, dan walaupaun opini itu kadang berbeda dengan opini kita sendiri, kita perlu membalas dengan etika yang baik dan tetap menghargai orang lain. Toh, kalau dia berbeda pendapat dengan kita bukan artinya mereka orang jahat kan? Apabila pemikiran netizen lebih kritis dan terbuka, mungkin cyberbullying dapat dikurangi. Semua orang perlu memahami literasi media dan etika agar saat berinteraksi di internet tidak cepat dibuat tegang dan memicu konflik.
ReplyDeleteData yang saya peroleh dari Internet Sehat, ICT Watch, bahwa "satu dari 5 anak korban cyberbully berpikir untuk melakukan bunuh diri. Bahkan 1 dari 10 korban cyberbully melakukan tindakan bunuh diri. Dalam setahun, ada sekitar 4500 anak yang mengakhiri nyawanya sendiri. "
ReplyDeleteHukuman dari cyberbullying masih belum terlalu ditakuti karena belum jelas dan bisa bias. Bahkan, kasus cyberbullying baru akan ditanggapi dengan serius jika dilaporkan dan salah satu dari pihak yang terlibat sudah berumur atau lebih dari 18 tahun.
Sebuah kejadian jika sudah sampai memakan korban jiwa sebaiknya mendapatkan tanggapan yang serius. Merupakan tugas kita bersama untuk bisa meminimalisir terjadinya Cyberbullying dan menciptakan generasi yang menggunakan media secara positif.
Regards,
Ellena Lois 1506724404